Alkisah pada suatu hari, disebuah hutan rimba yang tenang, tiba tiba dibuat gaduh oleh suara senapan yang sangat kencang. Sang Raja Hutan yaitu Singa Humu dikejar kejar oleh pemburu. Sontak penghuni hutan kaget namun tak ada satupun yang berani keluar rumah untuk melihat keadaan diluar. Humu pun memutuskan untuk menerkam pemburu, namun ternyata Singa terlambat, ia ditembak lebih dahulu oleh pemburu dan..... Bruk! Humu pun akhirnya mati.
Masyarakat Hutan Rimba tidak memiliki raja untuk sementara waktu. Mereka begitu sedih atas kematian Humu. Namun mereka tak seterusnya hidup tanpa pemimpin. Mereka pun sepakat memutuskan untuk memilih raja hutan yang baru. Dalam rapat forum Rimba...........
Macan Tutul : “Wahai kawanku sejagad rimba, bagaimana jika kita lakukan pemilihan raja hutan yang baru? Sudah cukup lama kita hidup tanpa pemimpin”
Badak : “Hoo ya ya, keputusan yang baik”
Ular : (sambil menggeliat)”ssssttttt...sssstttt.... mengapa tidak anak Raja Humu saja yang kita angkat menjadi raja?”
Badak : “Jangan! Anak Raja Humu masih sangat kecil. Kasihan, pasti sulit mengatur seisi hutan ini, mengapa tidak kau saja wahai Macan Tutul? Kau kan lincah”
Macan Tutul : “Haduh.... jangan aku. Aku saja melihat manusia sudah sangat takut. Aku takut aku dan keluargaku diburu oleh manusia. Mengapa tidak kau saja, Badak? Kau kan besar, manusia pasti takut melihatmu”
Buaya : “Jangan deh, aku saja kemarin lihat badak berlari menabrak pohon terus. Pengelihatan badak kurang baik. Terlalu berat di perut dan di tanduk”
(seisi rapat Rimba tertawa, namun badak seperti ingin mengamuk)
Badak : “Hei kau Buaya, jangan seenakmu sendiri ya menghina aku. Kemarin saja kau sudah makan temanku. Untung kemarin ketika ada pemburu, aku menyeruduk manusia itu hingga pingsan, kalau tidak pasti kau sudah dijadikan tas dan sepatu oleh manusia jahat itu!” (berjalan ingin menyeruduk Buaya)
Buaya : (ekspresi takut)“ Eh eh maaf Badak, bukan maksudnku untuk menghinamu, aku Cuma mengutarakan pendapatku. Terimalah, kau memang bukan pelari yang handal. Lebih baik kau membantu petani diseberang sungai membajak sawah daripada menjadi raja hutan, itu maksudku”
Ayam Hutan : (sambil mengunyah makanan)”Emm...emm... aku setuju. Mengapa tidak Ular saja yang menjadi raja? Gerakannya gesit, manusia pasti takut oleh Ular”
Tupai : “Haduh kau ini Ayam.. Ular memang gesit tapi siang hari kan Ular lebih senang tidur, nanti kalau ada bahaya bagaimana?”
Mereka sibuk memperebutkan siapa yang pantas jadi raja. Tiba-tiba suara datang
dari atas pohon pisang...
Kera : “Halo kawan kawanku, mengapa tidak manusia saja yang menjadi raja, manusia kan sangat kuat, buktinya dapat membunuh Singa Humu” (sambil makan pisang)
Ayam Hutan : “Aduh Kera.. tidak mungkin, manusia saja selalu jahat kepada kita, selain kita dibunuh, pohon-pohon kawan kita juga suka ditebang”
Tupai : “Ya, aku dengar dari sekumpulan Gagak, kemarin hutan di ujung sana mulai tandus dan terbakar. Jahat ya manusia!”
Kera : ”Kalian tidak mengerti sih..” (melenggak-lenggok di tengah rapat) “manusia itu adalah mahluk yang paling cerdas! Lihat aku, aku mirip kan dengan manusia?”
Macan Tutul : “Iya sih aku setuju manusia itu cerdas.. Tapi apa kamu sungguh cerdas? Lagipula aku khawatir jika kamu akan sejahat manusia”
Kera : “Masa’ kalian tidak bisa melihat kecerdasanku? Nih coba perhatikan, aku pintar memanjat pohon, aku pintar mengambil pisang diatas pohon, dan wajahku bisa membuat kalian terhibur kan? Aku ini, punya wajah paling tampan se hutan rimba ini!”
Buaya : (berbisik pada macan tutul)“Apanya yang tampan? Ih aneh-aneh saja”
Badak : “Yah kalau urusan mengambil makanan di atas pohon saja, Jerapah juga bisa!”
Kera : “Tapi aku beda! aku ini sudah cerdas, gesit, dan cekatan!”
Ayam Hutan : ”Oke oke, cukup sudah promosimu, wahai Kera. Sepertinya aku setuju jika kau menjadi Raja di hutan ini. Tapi awas saja kalau ternyata yang kamu katakan tidak seperti yang kamu lakukan”
Ular : “Awas saja kalau kau malah melanggar tugasmu!”
Tupai : “Betul. Awas saja jika kau sejahat manusia!”
Macan Tutul : “Bagaimana yang lain, setuju tidak?”
Buaya : “Aku setuju”
Badak : ”Aku juga”
Macan Tutul : “Baiklah, kali ini kita resmikan Kera sebagai Raja Hutan!”
Masa kepemimpinan Kera pun dimulai. Kera menjadi sorotan pembicaraan oleh penghuni Hutan Rimba. Pada awal masa pemerintahan Kera, Kera bersikap adil dan bijak, seperti ketika Buaya dan Badak kembali bertengkar di danau, Kera datang dan memberi nasihat serta mendamaikan kedua belah pihak.
Makin lama, Kera semakin besar kepala karena julukan barunya sebagai Raja Hutan. Ia mulai bersikap tamak, serta hanya memperdulikan kaumnya. Ia tidak mau mendengar aspirasi penghuni Hutan Rimba yang lain, seperti mau menang sendiri. Raja juga bersikap malas-malasan, bahkan tidak peduli ketika penduduk Hutan Rimba mati, yaitu Gajah, akibat diburu oleh manusia.
Ular : “Hei, kudengar kabar bahwa Gajah Muko mati akibat ditembak manusia ya?”
Tupai : (kaget) “Hah?! Kau dengar kabar itu darimana? Astaga, jahatnya manusia”
Buaya : “Aku juga baru dengar, Paman Macan yang tadi meberitahuku. Kau baru tahu?”
Ayam Hutan : “Ya, aku melihatnya saat fajar ingin tiba. Ketika aku mau berkokok, aku mendengar suara senapan yang sangat kencang dan ada suara debuman. Ternyata itu suara Muko yang jatuh ke tanah”
Macan Tutul : “Kita turut bersedih mendengar kabar ini. Semoga manusia-manusia jahat itu mendapat hukuman, ya”
Semua : “Amiiiin..”
Badak : “Apakah Tuan Kera sudah mengetahui kabar buruk ini?”
Tupai : “Halah! Aku malas dengannya! Lihat saja, dia sedang mengadakan pesta makan-makan dengan teman-teman Kera nya. Dia samasekali tidak peduli dengan kondisi hutan kita!”
Ayam Hutan : “Jangan berburuk sangka dulu, wahai Tupai. Mungkin saja ia sedang ada syukuran karena diangkat menjadi raja”
Tupai : “Aduh Ayam.. tapi kan tidak mesti sesering ini? Ia hampir seminggu sekali mengadakan pesta besar dan mengabaikan tugas keliling hutan, tugas jaga malam, bahkan aku Cuma melihat Kakek Kelelawar yang patroli! Kan kasihan, Kakek sudah tua, sakit-sakitan pula”
Ular : “Astaga, aku tidak tahu jika separah itu”
Buaya : “Hm, coba kita memberi pelajaran kepada Tuan Kera. Rasanya ingin kumakan saja dia.....”
Macan Tutul : “Eh jangan, Buaya! Kita harus berfikir bagaimana caranya membuat ia jera!”
Ayam Hutan : “Aku tidak habis fikir Tuan Kera sejahat itu. Bagaimana bisa ia menyebut dirinya sang Raja Hutan kalau sikapnya saja hanya baik di awal”
Ular : “Benar itu. Bagaimana bisa ia menyebut dirinya sama pintarnya dengan manusia? Cih, hanya badannya saja yang sama, otaknya tidak”
Macan Tutul : “Lebih baik kita beri Tuan Kera pelajaran!”
Semua : “Apa itu, Paman?”
Macan Tutul : “Ayo sini mendekat..”
Mereka berembuk untuk memberi pelajaran kepada Tuan Kera. Mereka pun mendapat ide. Keesokan harinya, Macan Tutul pun datang menghampiri rumah Tuan Kera yang sedang asyik makan pisang.........
Macan Tutul : “Permisi, Tuan Kera” (mengetuk pintu rumah Kera)
Kera : “Eh Tupai, mau cari apa?” (sambil mengunyah pisang)
Macan Tutul : “Begini Tuan, saya melihat ada pohon pisang yang baru ranum, Tuan pasti amat menyukainya. Daerahnya dekat aliran sungai, dekat sumber air dan makanan Tuan juga berlimpah”
Kera : “Sungguh?! Dimana letaknya?? Aku sangat bosan disini, aku butuh udara segar dan makanan yang banyak untuk pestaku minggu depan”
Macan Tutul : “baiklah Tuan, silahkan ikuti saya”
Hari sudah mulai gelap. Macan Tutul membimbing Tuan Kera menuju tempat yang ia maksud. Ketika sampai di pinggir sungai, Tuan Kera terkesima dengan pisang yang melimpah ruah. Tempat yang menenangkan dan aliran sungai yang segar membuat siapapun pasti ingin berlama-lama disana.
Kera : “Hei Macan, sungguh indah tempat ini! Begitupun makanannya! Apakah kau bisa membantuku membawakan pisang ini ke rumahku? Aku sangat butuh ini. Ayolah!”
Macan Tutul : “Jika sudah senja nanti, kau makanlah dengan cepat kumpulan makanan lezat itu, karena kelak kau akan sekuat Singa Humu. Maaf sekali, Tuan Kera. Aku harus meninggalkanmu. Aku harus membantu Kakek Kelelawar untuk patroli hutan. Selamat Tinggal, Tuan Kera” (Beranjak pergi dan berlari)
Kera : “Hei Macan, bantulah aku sejenak! Hei hei! Aku sangat takut disini! Tolong aku!”
Sia-sia usaha Kera memanggil Macan Tutul. Semakin lama, hari semakin gelap. Terdengar suara tembakan dari jauh, suara manusia mulai berburu hewan-hewan di Hutan Rimba tersebut. Tuan Kera mulai takut, lalu ia teringat pesan Macan Tutul untuk memakan buah-buahan itu pada waktu senja. Ketika ia sedang asyik melahap buah, ia pun terperosok kedalam tanah. Ternyata makanan-makanan itu adalah jebakan yang dibuat oleh para manusia. Mendengar jeritan Kera dari dalam lubang, sekumpulan penghuni Hutan Rimba pun menghampirinya......
Semua : “Hahahaha, rasakanlah Tuan Kera!”
Ayam Hutan : “Betul-betul Raja yang bodoh! Sia sia aku memilihmu kemarin, kau mengecewakan!”
Ular : “Ya, mana ada seorang pemimpin yang mudah dibodohi oleh perangkap?”
Tupai : “Mana ada seorang pemimpin yang tamak dan serakah, sombong pula!”
Badak : “Mana ada juga raja yang tidak menghargai rakyatnya!”
Macan Tutul : “Sudahlah, biarkan Raja kita ini menjadi santapan malam Buaya. Lihat di ujung sana! Buaya sudah membuka mulutnya tanda bahwa ia lapar. Tak hanya raja kan yang bisa makan enak? Hahahaha”
Semua : “Hahahahaha”
Buaya : “Ih, aku juga tidak doyan dengan daging Tuan Kera, penuh kemunafikan dan kebohongan!”
Kera : “Oh rakyatku, maafkanlah aku, aku sangat menyesal..” (wajah sedih)
Tupai : “Tidak akan, sampai kau merasakan ganjarannya berbuat jahat!”
Macan Tutul : “Ya ya ya dan raja seperti Kera mana bisa melindungi rakyatnya! Badannya saja yang mirip dengan manusia, kecerdasannya tidak! Yasudah, ayo kita kembali kerumah masing-masing. Saatnya membiarkan Tuan Raja tertidur kekenyangan disini. Permisi, Tuan..” (tertawa)
Semua : “Hahahah, permisi Tuan..” (tertawa dan beranjak pergi)
Kera : “Oh rakyatku, maafkanlah aku..”
Tuan Kera pun tersadar akan kesalahannya. Ia terpuruk sedih didalam lubang. Ia ingin memperbaiki semua kesalahannya, namun sepertinya semuanya sudah terlambat. Ia tertangkap oleh pemburu dan pemburu tersebut membawa Tuan Kera pergi ke kota untuk dijual.
iseng iseng bikin~ ulala ahhaha
Post a Comment