2013

Titik Temu

Aku punya aksara, kau punya nada
Aku bernyanyi lewat sajak, kau berpuisi lewat lagu


Lalu kenapa kita tak pernah bertemu?


Jika ku punya rindu, aksaraku katakan lebih dari haru
Jika kau punya rasa, gitarmu mengalun lebih dari indah
Jika ku punya suka, kalimatku mengalun lebih lembut
Jika kau punya luka, nada mu menghujam lebih dalam
lebih dalam..


Lalu kenapa kita tak pernah bertemu?


Mungkin doaku untukmu akan selalu ku lantunkan
Lewat aksara

Mungkin rindu mu untukku akan selalu kau lantunkan
Lewat lagu

Maka kita takkan pernah bertemu




Lalu mengapa kita tak menyatu saja? Kita jadikan aksara dan nada menjadi sebuah senandung yang indah.
Yang akan menjadi lagu pengantar tidur bagi anak-anak kita; kelak

Ah, jauh sekali..

...

Doaku untukmu akan selalu ada, selalu
Dalam frasa di tiap aksaraku
dan sampaikan salamku pada denting gitar dan capo kesayanganmu
Kelak; pasti kita berjumpa lagi..

Simpul

"Ikat saja ia, agar tak pernah lepas.
Ikat saja ia, agar kau tak sendirian.
Ikat saja ia, agar kau dapat puas memarahi tingkahnya.
Ikat saja ia, agar tak ada yang bisa memilikinya.."




Terkadang, kita perlu mengikat sesuatu dengan kuat,
contohnya tali sepatu
Jika tak kuat, sepatumu yang akan lepas
Jika tak kuat, talimu yang akan rusak terinjak
Namun, mengikat dengan kuat pun berakibat fatal,
terkadang kau tak percaya dengan simpul pita; maka kau ikatlah sepatumu dengan simpul mati
Kuat, sangat kuat
Namun jika kau terlalu giat berlari, talimu bergesekan dengan sepatu
Lama-lama akan putus talinya
Sudah putus, terkoyak pula
Tidak, sepatumu tak 'kan lepas
Namun talinya yang rusak..




Sama seperti pada hubungan
Kala ku menggenggam pasir terlalu erat, takkan ku dapatkan pasir yang banyak
Jika ku genggam pasir dengan lembut dan perlahan, kan ku dapatkan lebih banyak pasir lagi

Mengapa tak ku genggam saja pasir yang basah? Toh aku bisa menggenggam dengan kuat dan banyak.






Kembali pada tali sepatu,
kala kau ganti tali sepatumu dengan tali yang lain,
Bisa jadi akan lebih kuat
Bisa jadi akan lebih awet
Namun percuma saja jika kau tetap tak percaya pada simpul pita dan kau gunakan ikat mati untuk sepatumu
Toh, tetap akan putus lagi

Seperti tatkala kau menjalani hubungan yang mungkin terlalu membosankan untuk bersama namun terlalu sakit untuk ditinggalkan
Seperti ikatan simpul mati pada sepatu kesukaanmu

Kakimu akan sakit, dan tali mu siap mengendur dan putus
Apalagi, engkau adalah tipikal pengguna septu yang aktif
Mustahil meyambung kembali tali yang sudah putus, kasih..
Mustahil menyambung hubungan yang tak pernah percaya...




Dan semua penyesalan pasti ada di akhir,
Semua yang ku paksakan 'tuk mengikat mati saja sepatumu, agar tak lepas lagi,
Malah membuatmu sakit,
Pun talinya putus
Dan kau pun pergi
Padahal kau mengikat sepatuku dengan simpul pita
kemanapun aku kan pergi; selalu
Jika tatkala talinya mengendur,
Aku sendiri yang akan memperbaikinya
Dengan simpul pita manis yang kau percayakan padaku



Jikalau dapat kuputar waktu,
Dapatkah aku kembali mengikat simpul pita pada sepatumu, kasih?
Atau ku harus menunggu, agar waktu dapat berpihak lagi pada kita,
Suatu saat..




Kasih, aku tak berdusta,
Maafkan khilafku yang mengikatmu terlalu kencang

Dapatkah ku ikatkan kembali simpul manis pada setiap kisah kita yang lampau hari kita perjuangkan?

Celoteh Si Penikmat Rindu

Carilah waktumu; untuk sesekali kita berjumpa.






Mungkin sudah terlalu sering bagimu menerima pesan bahwa aku merindu. Hingga kelamaan rindu yang kumaksud hilang makna,

Atau entahlah, mungkin memang kau butuh waktumu dengan duniamu - yang dahulu sering kau elukan, bahkan kau ajak aku mengenal lebih dalam akan itu.

Mungkin aksara dan waktu tak dapat bicara banyak, mungkin jemari yang selalu merajut kata rindu di tiap pesan yang selalu kukirimkan, tak lagi menjadi haru.

Atau mungkin (lagi-lagi) hanya aku yang salah; aku yang menjadi posesif - mengejarmu, menangkap, yang bahkan kau sendiri enggan kudekap lagi..

Bisa jadi, aku yang memang tak pernah mengerti, akan kesibukanmu, atau aku yang tak pernah menyadari bahwa sebenarnya perjumpaan itu bukanlah sebuah masalah; toh, kau sudah penuhi kewajibanmu memberi kabar bahwa kau sudah bangun, sudah makan, dan bersiap pergi (lagi)?

Apa aku terlalu banyak menuntut? Apa menurutmu hanya bertemu saja menyiakan waktumu? Atau mungkin aku harus menghantuimu kemanapun kau pergi? Apakah aku meminta semua uangmu untuk ku pakai bersenang-senang saat kita bertemu?

Mungkin aku iri, karena kau bisa habiskan segala waktumu untuk duniamu yang ceria, sedangkan jika bersamaku, yang akan kau dengar hanya keluh kesah dan (lagi-lagi) rengekan rinduku?


Tak ada yang tahu.


Aku tak peduli jikalau kau tak merindu jua; sepertiku.
Cukuplah aku yang begitu,


Berbahagialah kau; dan duniamu





Karena mungkin - pada nyatanya, rinduku memang tak lagi membahagiakan..





Jakarta, 23 Desember 2013

Hilang Makna

...Mungkin saat ini, rindu mulai kehilangan maknanya

Alunan hujan dalam perpustakaan membuatku syahdu; sebuah pesan singkat tentang kepulanganmu ke kota asal membuatku haru. Ingin rasanya kulontarkan semua pertanyaan retorika – ya, aku sendiri sudah tahu jawabnya, tapi tetap saja aku ingin bertanya.

Entah apa yang terjadi, diri ini ingin sekali berceloteh banyak. Tentang kepergiannya kemarin, tentang kepergianku meliput berita, tentang perjalananmu menghindari polisi-polisi yang siap menguras isi dompetmu karena kelalaianmu membawa surat nomor kendaraan, dan lain-lain yang sepertinya aku belum (atau aku tidak tahu) ceritanya.

Ya, padahal hanya dalam hitungan hari aku tak berjumpa. Bahkan jam, mungkin. Begitu singkat. Hampir setiap hari aku dapat menyaksikan punggungmu dan layar komputer jinjingmu, sambil memainkan permainan seru dari sosial media facebook, atau sambil ia memainkan lagu-lagu dalam daftar putar iTunes miliknya.
Terlalu banyak mungkin yang akan ku uraikan.

Mungkin aku yang terlalu mengikuti; jika lepas sehari saja aku mulai depresi.

Mungkin aku yang merasa tak ada waktu untuk bersama; padahal hampir setiap hari aku dan dia berjumpa.

Mungkin aku merasa kekurangan waktu bercerita. Merasa kau yang hanya berbagi cerita saat kau akan terlelap dalam mimpi, atau aku yang jarang berbaur dengan duniamu? Entahlah..
Aku sendiri bingung apalagi yang harusnya ku sesalkan? Apalagi yang harusnya kutanyakan, atau kuprotes karena dalam hitungan jam ia akan kembali ke kota asalnya kah?

Atau aku hanya menyesali bahwa segala yang ku buat dari sekian hari yang lalu terasa sia-sia, menjelang satu semesterku bersamanya?




Mungkin saat ini, rindu mulai kehilangan maknanya.
Mungkin saat ini, rindu hanya sebagai pelambang
Mungkin saat ini, rindu hanya simbolis untuk mereka yang dimabuk asmara.
Mungkin saat ini, rindu hanya untuk mereka yang jarang bertemu

Mungkin saat ini, rindu tak lagi milik orang-orang naif 

...sepertiku.




Jatinangor, 16/12/13

Membenci Raga

Aku rasa aku mulai gila sekarang
Apa yang ada di depanku, sampai sekarang tak mampu kusentuh
Ya, engkau yang lupa akan janji malam ini
Mendengarkan keluh kesah dan ceritaku
Atau menemaniku minum susu hingga ku terlelap

Dapatkah aku berbicara dengan lampu?
Dapatkah aku berbicara pada lemari?
Dapatkah aku berbicara dengan guling
Yang selalu aku dan kau rebutkan
Saat ku ingin tidur siang?

Dalam ruang tiga kali kita
Bersama dinding yang penuh cerita
Aku berdiam diri di depan cermin seukuran tubuh
Aku mengerang; berteriak
Membenci raga yang ada di depanku
Seorang yang bodoh karena tak berani memulai tanya..
Dan mulai kehilangan ceritamu.

Jenuhkah kau padaku?
Lelahkah kau atas sikapku?


Kasih, aku harus bagaimana lagi..

Amarah Klasik

...Lalu, saat ku mulai berubah, kau runtuhkan kepercayaan yang perlahan kita bangun bersama, kasih.


Dalam lelap malam aku bersimpuh pada Tuhan, menyerahkan lara pada alas sujud milikmu
Tidak, aku tidak menyalahkan Tuhan atau mempertanyakan sesuatu pada-Nya
Aku hanya mengadu, mengapa luka begitu perih kudera
Saat aku dan kau baru membangun kasih bersama

Aku tahu, mungkin percayamu telah ku nodai dengan masa lalu ku
Hingga kau kehilangan rasanya
Kehilangan cintanya
dan harapnya pada hati ini, kasih..
Maafkan aku

Tapi tunggulah sejenak
Aku sedang berusaha mengobati lara mu
Yang ku tahu mungkin saja tak lagi terobati
Namun apa salahnya kau jujur?
Setidaknya, ceritakan padaku atas apa yang kau masih pertanyakan selama ini
Yang masih ingin kau mintai penjelasannya

Tak perlu, kan, membalas dendam?

Aku menanti kejujuranmu, sekian lama
Tanpa berani kutanyakan apa-apa
Hanya ingin kau jujur, sudah cukup

Aku rindu ceritamu pada dunia yang sesempat mungkin kau ceritakan padaku
Bukan ia yang sekarang kau selalu nanti jawab pesannya
Atau bersembunyi dari ku yang menaruh percaya padamu
Aku rindu rayu manjamu padaku yang kau selalu lantunkan pada petikan nada-nada minor gitarmu
Untukku
Bukan ia

Jika terlalu sering bersama membuatmu jengah, dan jarak yang terpisah membuatmu luka, aku harus apa?

Ketika aku merindumu begitu dalam, kau memilih bercerita dengannya
Bahkan kasihku tak kau sambut..

Apa tak ada lagi benang-benang kasih dan rindu yang dapat kita rajut bersama, sayang?
Apa tak ada lagi susu hangat di malam hari dan kopi panas di pagi hari yang dapat menyatukan kita, kasih?
Apa tak bisa lagi,
Cinta ini kita miliki bersama?

Aku merasa gagal, aku merasa usahaku gagal..
Bahkan aku baru tahu kalau kau tak rasakan apa-apa saat hari bahagiamu bersamaku........

Kau tetap memilih dia
Kau tetap pada dia
Sekalipun denganku



Siapa yang kau rasa pantas untuk mengisi harimu, kasih?
Jika aku tak lagi jadi labuhanmu
Berlayarlah yang jauh, berlayarlah..
Agar aku bereskan sendiri rasa luka ini







Bisakah kau mengembalikan gelas yang telah pecah?
Bisakah kau mengembalikan kertas yang telah robek?
Bisakah kau mengembalikan hati yang telah rapuh?









Terimakasih atas luka ini, sayang..


Jatinangor, 18/09/13



Selamat Malam, Pagi.

Hai, kali ini rasanya aku sungguh merindumu, pagi.
Merindumu berceloteh bersamaku dalam dua sendok makan susu hangat dan satu sendok makan gula pasir
Dan seduhan air panas setengah gelasmu
Aku merindumu menonton televisi bersama, membicarakan hal-hal tak penting hingga masalah negara ini (yang sudah jelas tak penting bagi hidup kita, iya kan?)

Seringkali bertengkar hanya karena masalah berbeda pendapat. Sering sekali.

Lalu dengan kesibukan satu sama lain kala bersama
Aku dan ponselku, kau dan komputer jinjingmu
Bersama dua gelas kopi yang mulai mendingin

Ah, lupakanlah. Aku hanya merindu kasihmu masih bersamaku




Selamat malam, Pagi.
Aku tahu cerita ku diatas hanyalah fiktif belaka
Karena nyatanya
Kita tak akan pernah bersua.

Aku hanya merindu fajar dan senja, dimana aku dan kau saling bersua
Walau hanya sekejap..

Selamat malam, Pagi..
Sudah waktunya kisahku terlelap
Sudah waktunya kau melanglangbuana
Menggapai mimpimu




...kutunggu kau (selalu), kala senja dan fajar siap mengantarkanku padamu




dari perindumu,

Malam.

Cukup

Aku lelah menjadi yang teraniaya dalam setiap kata "mengapa".
Pun lelah menjadi tersangka dari setiap elegi bernama "kita".
Aku menyalahkan jalanmu; Kau menyalahkan langkahku
Seperti tak sadar bahwa aku dan kau dulunya adalah kita

Siapa yang lebih tahu, aku dan kau -- atau mereka?

Bukan kamu yang tidak lebih baik, bukan aku yang terlampau egois
Hanya kau dan aku saja yang tahu duduk perkaranya, kan?



Mengapa kita tak coba sudahi drama klasik ini?
Satukan jawaban yang padu atas "kita" yang mulai rapuh.
Agar mereka tak salahkanmu;
Agar mereka tak fitnah aku

Berhentilah, sebelum mereka semua menjauh..






Jakarta,
22 Juli 2013

(Jangan) Tanya (Lagi)

Huu.. Huu.. Huu..

Kasih dengarlah, aku ingin berceloteh sedikit tentang tanya yang tak berani terurai bersama rasa. Tentang tanya yang bersembunyi dalam kata, terselip diantara penggalan makna.

Mungkin bukan waktunya (atau belum waktunya) aku meragukan tanya ini, tapi...


..Somewhere, over the rainbow, way up high..


Aku merasa aku telah mencurimu dari dia. Yang biasa kau manja-manja, atau tempatmu berkeluh kesah, bahkan tempatmu menuangkan rasa yang selama ini tertahan dengan yang disana.. ah, entahlah, aku tak berani mencari fakta.


..There's a land that i heard of once in lullaby..


Mungkin bukan tak berani, melainkan belum. Aku hanya mencoba menempatkan diriku di posisinya, kehilangan seseorang yang selama ini menjadi tempat ceritanya, tempatnya menaruh rasa percaya, dan tempatnya....... lupakan, aku tak tahu apa-apa.


..Someday I'll wish upon a star, and wake up where the clouds are far behind me..


Aku memang bukan siapa-siapa yang berhak memberi batasan, dan aku juga tidak memiliki hak untuk menerormu dengan ribuan tanya, dan aku juga tidak ingin tahu (dan tidak mau tahu) tentang kalian yang.......

sudahlah, sudah ku camkan aku tidak tahu apa-apa!

dan memang aku tiada hak untuk menanyakan apa-apa yang lebih dulu datang, bahkan jauh sekali sebelum aku datang ke kehidupanmu.

mungkin ia memang tempatmu selama ini berbagi kasih, dan kau merupakan tempatnya untuk berbagi suka duka,
tapi aku paham rasa kehilangan itu; telak.
lalu siapa tempatnya bercerita? lalu siapa tempatku bercerita?

........


..Where troubles melt lemon drops away above the chimney tops, that's where you'll find me..


Mungkin sekarang tiba saatnya aku menyendiri.
Menanti tanya hingga muncul jawab
Tanpa bertanya.



Jatinangor, 29/6/13

Hama

Lantas kenapa kalau aku mau tahu, salah?



Heran dengan semua ini, mengapa seakan kamu yang lebih, dan aku bukan siapa-siapa? Mengapa seakan kau berlaku sebagai seorang yang 'mengerti' dan aku hanyalah pungguk.

Kamu siapa?! Mengapa begitu kuat dan menggebu-gebu ego mu saat berceloteh tentangku, dan seenaknya mengomentari kami.

Memang kamu siapa?? Hendak tahu alasan apa dibalik semua rasa, yang bahkan aku dan dia pun tidak tahu jawabnya. Mengapa kau hantarkan semua pertanyaan yang tak ada jawabnya, dan terus saja kau ceritakan tentang kehebatan lelaki-lelaki itu dalam menggapai hatimu.

Yasudah, sudah ada yang lain, kan? Apa motifmu selain merusak, mengganggu, dan ingin mengenyahkanku perlahan?

Astaga, awalnya aku begitu respek terhadapmu. Berkenalan dan memang sungguh ingin berteman. Entah mengapa semakin lama kau semakin menekanku dengan pertanyaan-pertanyaan retorik, lalu kau tunjukkan padaku bahwa "Hahaha, iya dia telah melakukan yang LEBIH untukku. Kamu dapat apa?"

Memang pada saat itu aku tidak bisa menyalahkan suasananya, tapi kumohon mengapa kau terus saja mengintrograsi diriku seolah-olah aku mengganggu kalian?

Aku hanya ingin berteman. Namun sepertinya kau ingin aku mengangkat senjata.





Oh, atau kau menginginkannya?
Enak saja.




Jatinangor,
10/4/2013

Manipulasi Rasa

Aku merasa ada yang kamu sembunyikan dariku jauh dari batas jangkauanku sebagai manusia yang ingin tahu segala hal..
Ketika kau memanipulasi segala rasa dengan tawa dan perlakuan indah
Ku sadari, rasa nyamanmu sedang berkelana menuju raga yang lain
Raga yang memiliki hati jauh membuatmu merasa nyaman
Denganku juga kau merasa nyaman, aku yakin itu!
Namun sepertinya ada satu sisi dimana aku tidak memiliki apa yang ia punya
Dan kamu menikmati bahkan tenggelam disana..

Sesekali kamu muncul ke daratan
Memberi tanya serta jawab yang sedari dulu aku lontarkan
Tak lama kamu kembali menghindar
Bahkan berenang jauh ke laut lepas sana
Hingga aku sendiri pun kalah cepat untuk mengejarmu

Kau masih kamu yang dulu
Yang acuh namun cuek dan plegmatis
Kau yang berteman dengan banyak wanita
Yang membuatku cemburu
Tapi tetap kau yang selalu menjadi alasanku bertahan dalam situasi apapun

Aku faham, sayang
Kau masih di persimpangan yang sama dimana kau tak tahu harus kemana melangkah
Kau tahu, sayang
Aku masih teman bicara dan penyimpan rahasia terbaikmu
Bicaralah padaku
Katakanlah apa yang menjadi bebanmu
Dan kita akan coba selesaikan bersama
Tanpa harus berpisah
Lagi..

Sayang, aku selalu tahu dirimu
Bahkan ketika kamu menjadi diri yang tak kukenal
Tapi cobalah mengerti
Dewasalah, sayang..
Ini bukan hal yang seharusnya menjadi alasan kita menjauh
Kau pun selalu katakan, bahwa perasaan tak bisa dipaksa
Namun kau seharusnya yakin bahwa kita bisa melewati segala cobaan ini
Karena aku yakin rasa mu masih padaku
Walau berkurang
Tapi aku tahu kau masih ada disana
Untuk kita



Kita hanya belum mencoba
Menyusun teka-teki kehidupan ini bersama
130210


p.s
Jika kamu sadar bahwa cinta itu adalah rasa sayang, ingin melindungi dan menyayangi, kamu bisa simpan rasa itu jika persahabatan kalian lebih berarti, karena akan terjebak dalam situasi yang nantinya hanya rasa bersalah, pemusuhan serta canggung dan berujung anomali tanpa akhir. 

Abu-Abu

Segala hal menjadi abu-abu ketika suatu hari aku mencoba menjadi seorang yang bukan diriku sendiri..
Dimana aku harus belajar mengerti dan menjadi kamu, dan kamu harus menjadi sosok lain yang tak mudah ku kenali,
atau tak dapat ku kenal sama sekali?

Aku seperti berada di sebuah dimensi dimana aku harus bertahan menerpa kencangnya angin yang menghantam dan membawa lari angan, lalu hilang tanpa bisa ku gapai kembali.
Seperti harus bertahan namun perlahan segala kekuatan hilang tanpa bekas dan kembali kosong.
Bukan, bukan kosong.
Rasa ini sedang berusaha meyakini rasa-nya sendiri yang perlahan mulai terkikis

Tidak, aku masih yakin padamu

Namun aku hanya perlu waktu 'tuk kembalikan rasa yang kini mengabur dan beku
Rasa yang dulu selalu kau bawa pergi dan kau tunjukkan pada duniamu
Rasa yang sebisa mungkin aku dan kau pertahankan

Dengarlah, aku tidak menuntutmu
Aku hanya rindu rasa bangga padaku yang dulu selalu kau bawa berkelana dalam setiap inci duniamu..
Aku rindu waktu-waktu dimana segala harap tak hanya menjadi bual dan berubah menjadi karbon dioksida.







Pemilik rasa, penunggu asa
130213

p.s
Jika kau masih ingin bersama menyatukan asa yang kian mengabur, alangkah baiknya temui aku di sudut kota ini, tepat dimana aku akan selalu menunggumu dengan seporsi kerang dara, menanti senyuman penuh makna.

Mimpikah? Atau Memang Kamu (Hanya) Lewat?

Lagi-lagi kamu datang
Tanpa permisi
Hanya lewat
Tanpa pamit
Seperti melihat tukang gado-gado
Dipanggil, tapi tak menyahut
Tapi kamu lewat
Selalu ada

Datang tanpa permisi
Ya pergi untuk apa pamit?

Tapi tetap saja kaget
Kamu yang awalnya dingin
Tiba-tiba menghangat
Sejenak
Bagai senyuman penjual es krim rasa jeruk
Di siang hari
Lalu kembali dingin
Seperti matahari yang terselimuti awan hitam
Sekejap menghangatkan
Tak lama membiarkan dingin
Lagi

Tetap saja
Selalu deh kamu
Membuat penasaran
Mau apa?
Dan buatku gila bertahap
Sebentar tersenyum, sebentar merenung

Ah, kamu selalu bisa merebut hati


190113
GabyKalalo



*****


Hari ini aku belajar mencatat mimpi
Seperti apa yang kawanku lakukan
Ya, mungkin saja ada makna
Namun tetap saja mimpi hanyalah bunga tidur, kan?

Aku bermimpi, kita menghabiskan waktu untuk berlibur (lagi)
Makan di warung nasi dengan porsi kuli
Lalu berdiam diri di kamar sembari menonton film
Dan aku menunggu
Menikmati indahmu dari sisi gelapku
Sambil mengendus bau maskulin-mu
Lalu kita jalan-jalan
Tidak, kali ini bukan di kota kembang
Entahlah,
Kita berjalan begitu jauh
Dan bahagia

Lalu aku terbangun
Membuka twitter
Dan tersenyum


Ya, (mungkin) selalu ada kamu di ujung sana



190113
GabyKalalo

Senandung Jakarta dan Kisah Nuh

Klise memang
Tapi inilah kenyataan
Akibat ketidak pedulian
Aku
Kamu
Kita
Mereka
Dia
Ia
Beliau
Anda
Semua aspek
Semua orang
Semua....
Semua.

Jangan sampai kisah Nuh dan pengikutnya terulang lagi
Haruskah menunggu bahtera besar yang akan membawa seluruh umat pergi?
Haruskah menunggu 'sang juru selamat' yang akan merangkul dan membopong pergi meninggalkan kota maksiat ini?

Mungkin inilah,
Kiamat sughra
Teguran Tuhan
Jakarta......





Jkt, IDN
Jan 17, 2013
GabyKalalo
#PrayForJKT

Untukmu:

Untukmu:
Back to Top