2017

Aku, Bersamamu

Bersamamu tak hanya tentang kamu yang selalu menggamit jemariku. Bersamamu mungkin tak hanya helm yang terbentur tatkala bercerita diatas motormu yang sedang melaju. Mungkin tak hanya tentang video call yang selalu kita lakukan, tentang tahu atau kentang dan permen jahe, tak juga tentang kepalaku yang bersandar manja di bahumu, sambil dalam-dalam menyesap aroma harum tubuhmu.

Bersamamu tak hanya bercerita tentang sentuhan hidungmu ke keningku, atau hitung kecupan satu sampai sepuluh. Tidak selalu tentang aku yang terjaga dalam tidurmu sambil sesekali merekam dalam ingat raut wajah lelahmu.. Bersamamu tak hanya tentang pernyataan "Aku sayang kamu" yang kau bisikkan di telingaku sepanjang hari.

Untukku, bersamamu saat ini adalah tentang tawamu. Membiarkan kamu terpingkal mendengar celotehanku yang tak lagi menggelitik. Membacakanmu ribuan puisi yang lagi-lagi tentang kamu. Mendengarkanmu bersenandung yang tak jarang keluar dari lirik yang ada. Membiarkanmu mengeluh dan menggerutu tentang dunia sambil ku biarkan tanganku menyusuri alur rambutmu. Akan selalu ku dengarkan, meski tak ada lagi yang ingin mendengarkan.


Tetapi, Cintaku.. terkadang bersamamu juga berarti ketakutanku akan ketidakmampuan untuk selalu disampingmu. Bersamamu membuatku khawatir untuk segera menemanimu, karena aku tak ingin ada sosok seperti cahaya yang menyelinap menyilaukanmu tatkala aku terpejam sejenak. Bersamamu, membuatku ingin memilikimu secara utuh. Tapi aku tidak salah kan, memonopoli hatimu?

Baiklah, akan ku simpulkan. Bersamamu adalah segala doa yang ku panjatkan lewat ujung jemari, yang ku usap ke wajah setelah membisikkan namamu pada telapak tangan di sujud sepertiga malamku.

Lalu, siapa aku?
Aku adalah aksara yang terpenggal frasa, rajutan kata yang menjelma pada ujung rima segala puisiku, yang bercerita tentang kita. Aku adalah jemari yang takkan pernah berhenti menulis tentangmu. Aku adalah semesta tempatmu berbagi suka dan luka.

Bersamamu, aku cukup menanam rindu,
Karena aku yakin esok kau akan menyemainya
Lewat pelukmu


Mari kembali bercerita,
Untuk aku dan kamu
dalam kita

01/01/18
-G-

Satu Hari di Januari

Akankah kau kembali
Pada satu hari di Januari
Meneguk kopi tanpa gula
Cukupkan tawamu memenuhi gelas kaca

Akankah kau kembali
Pada satu hari di Januari
Merengkuh bulan di langit Bosscha
Atau hanya sekedar berkeliling kota

Akankah kau kembali
Pada satu hari di Januari
Menggenggam tangan yang tak lagi hangat
Sembari makan tahu di atas motor jalan Soehat

Akankah kau kembali
Pada satu hari di Januari
Duduk bersama di restoran cepat saji
Menonton Youtube atau malah mengerjakan revisi

Akankah kau kembali
Pada satu hari di Januari
Bersenggama dengan waktu
Hingga kita lupa rasanya luka itu

Akankah kau kembali
Pada satu hari di Januari
Yakinkan aku
Bahwa aku, semestamu


Selalu ada rumah, untukmu melepas lelah,
31/12/17
11:45pm
-G-

Siapakah yang Lebih Banyak Mengingat Siapa?

Apa yang kau ingat tentangku selain posesifnya diriku akan kehilanganmu?


Kau memang tak akan cukup menyimpan segala memori tentang kita, mungkin saja karena sudah terlalu penuh dengan urusan pekerjaan kita. Bisa juga pula karena isi otakmu tak lagi ada aku saja.
Sedangkan aku, berusaha merekam begitu banyak romansa dan luka kita dalam memoriku, hingga aku harus membaginya dalam tulisan ini, kecuali jika tulisan ini hilang, mungkin aku yang sudah tidak ada -- atau kita terpaksa tiada.

Tentang memori dan rasa, sekilas aku ingin bertanya:


Siapakah yang Lebih Banyak Mengingat Siapa?


Tenang saja sayang,
Tak perlu tenaga lebih untuk mengingat semuanya, karena aku akan selalu ingatkan cerita tentang kita hingga tua nanti. Cukup letakkan aku di samping ranjangmu, yang dapat kau pindahkan untuk memasak mie goreng telur di dapur, di kantormu untuk mengurus meja kerjamu yang berantakan sambil mengatur strategi usaha kita, di samping kemudi mobilmu atau bahkan di pelukan belakang jok motormu,

Singkatnya,
Izinkan jemariku untuk bertaut padamu,
Karena setelahnya, aku akan memelukmu kuat-kuat, mengangkat kedua kakiku sampai-sampai kau harus mengeluarkan tenaga ekstra untuk menjagaku agar tidak terjatuh dan tetap berada di dalam pelukanmu. Lalu kita akan tertawa, tertawa, tertawa lagi, sebelum akhirnya kau mengecupku. 
Karena aku tahu, dalam pelukan, tawa dan kecupmu, di sanalah aku kau menangkan.



Boleh, kan?
18/11/17
-G-

Maukah Kau Percaya?

Ketika orang lain tak ada yang percaya bahwa kau bisa bernyanyi,
maukah kau jadikan aku penonton utama dalam konsermu?

Ketika orang lain tak percaya bahwa kau bisa menulis,
maukah kau jadikan aku sebuah buku, tempat kau tuliskan semua ragu dan haru?

Ketika kau mendengar orang lain meragukan dunia,
maukah kau tunjukkan pada mereka bahwa akulah duniamu?

Ketika orang lain tidak mempercayai bahwa kita tak akan saling menguatkan,
maukah kau percaya, jika aku akan selalu disampingmu?

Ketika kau tak lagi percaya dengan isi dunia,
maukah kau percayakan tautan jemariku
dan percaya
bahwa aku mencintaimu?

___

Seperti Sapardi mencintai Hujan Bulan Juni,
mungkin seperti itulah aku belajar mencumbuimu,
lewat hujan, tanpa kiasan

18/11/17
-G-

Tiga Dini Hari



Jam tiga dini hari
Kita terpaut dalam sebuah selimut
Bukan untuk bertemu peluh
Namun untuk mengasihani hidup satu sama lain








29/11/17
-G-

Jelaga Waktu

Adakah kau tahu, bahwa cinta saya seperti airmata yang hidup dari kesedihan atas kebahagiaanmu?

Adalah ia yang diam-diam mengarungi siangmu dan bersandar di larut malammu, yang selalu menemanimu tanpa pernah ingin kau sebut kita; yang telingamu pilih untuk menjadi jalan keluar saat kata-kata dari kita tak lagi setia berceloteh tentang peristiwa hari yang penuh suka.

Namun apalah artinya luka yang hanya datang padaku untuk melepaskan busur panah dukamu, sedang segala sukamu, atas apa-apa yang tak bisa kau lakukan padaku, hingga rasa rindu yang tak pernah menyala padaku, kau hidupkan padanya.

Maka kekasihku, biarlah sejenak kuajarkan kau dalam peluk cinta yang hangatnya tak lagi seberapa, untuk temanimu dalam pagi dan malam yang penuh akan kita, dalam jelaga waktu.


Aku hidup karena tulisan,
Aku bisa mati karena penantian.

18/12/17
-G-

Menjadi Pemenang

Aku ingin jadi pemenang,
dalam setiap jalan hidupmu

Menjadi pemenang dalam setiap pagi
Menghindari mentari, merengkuh diri ini

Aku ingin jadi pemenang,
dalam setiap jalan hidupmu

Menjadi koki handal yang menyiapkan sarapan
Hanya telur dan susu hangat, sederhana namun berkesan

Membersihkan langit-langit rumah
Menertawai wajah penuh peluh
Sambil sesekali mengadu kecup

Aku ingin jadi pemenang,
dalam setiap jalan hidupmu

Bersandar di kursi malas
di pangkuanku yang mulai berlemak
menyusun rencana yang siap kita tempuh
atau sekedar mengeluh, memilih mandi dengan air panas atau dingin

Aku ingin jadi pemenang,
dalam setiap jalan hidupmu

Yang tak pernah ada di belakangmu
Namun selalu ada di sampingmu
Berselisih paham, namun masih bertaut
Bersitegang, namun saling merajut
Menggigit pundakmu, kemudian memijit

Aku ingin jadi pemenang,
dalam setiap jalan hidupmu

Yang kau peluk pertama saat kemenangan kita datang,
dan kau peluk pertama saat kesedihan kita datang

Aku ingin jadi pemenang,
dalam setiap jalan hidupmu

Jika aku hanya bermimpi,
cukupkan aku menangkanmu dalam khayalku

Tapi jika itu nyata,
Aku yakin kau kan selalu ada
Memenangkanku..



11/12/17
-G-

Memilih Dipilih

Apa ini?
Aku benar-benar tidak tahu.

Merasa bodoh akan cinta, namun aku selalu lupa bahwa jatuh cinta tak selalu bahagia. Ada kata jatuh'yang harus dirasa, sebelum cinta terwujud tiba.

Aku lupa rasanya jatuh, dan ketika itu tiba, tak ada yang mampu menangkapku.

Bablas.

Paru-paru ini rasanya cukup lelah untuk mengembuskan napas berulang kali, hanya untuk menenangkan diri dari rasa yang berkecamuk dalam diri.

Tak adakah jiwa yang mampu menerima kekurangan dengan lapang dada?
Haruskah mendua menjadi ajang kompetisi adu kekuatan?

Aku diam. Aku tahu langkah ini hanya memberatkan. Aku tahu, langkah ini akan dianggap bodoh semua orang. Pilihan sudah diputuskan. Lalu masihkah kita akan tetap diam? Diam atau bersuara? Bersuara untuk apa? Diam untuk apa?


Semuanya kembali menjadi pilihan.

Jeda, kau butuh itu?

Sementara waktu kita sudah penuh dengan jeda. Jika tak ada jeda, tak mampulah aku merangkai frasa menjadi aksara yang tersusun lagi-lagi hanya untuk anda.

Aku ingin marah, untuk apa? Untuk pilihan yang sudah ku ambil dalam menunggumu menentukan pilihan?
Aku ingin menangis, untuk apa? Untuk kebodohanku menunggu ragu dalam sendu?
Aku ingin teriak, untuk apa? Untuk memaki aku yang tak kunjung meninggalkan?

Entahlah, aku tak tahu..
Yang ku tahu, cinta yang menguatkan
Entah siapa menguatkan siapa..

Aku dibunuh waktu,
Bukan cintaku yang akan mati,
tapi aku yang mati karena menanti..



Dia yang tak bisa memilih, aku yang terlena dalam pilihan!

11/12/17
-G-

Prasangka dan Dua Tangan Penutup Telinga

Kepadamu, yang hingga saat ini masih ku panggil kawan,

Aku tidak tahu apa yang menggerakkan jari saya untuk menulis ini untukmu, namun saya yakin saya harus menjelaskan ini padamu, walaupun akan sia-sia, dan kau pun tak akan membaca isi buku harianku ini :))

Betul, patah hati mengajarkan saya banyak hal, tentang cinta yang belum tuntas, rasa yang terlampau sempurna tanpa cacat, yang justru malah melukai satu sama lain.


Patah hati kali ini mengajarkan saya bahwa tak selamanya bisa mengharap kepada sesama manusia. Patah hati meninggalkan lebih banyak rasa dibanding jatuh cinta.

Ketika saya patah hati, saya merasa semesta seakan mengejek diriku. Hal-hal yang biasa saya lakukan jadi terasa menyakitkan. Begitu tidak enaknya berusaha tegar, seperti saat sedang menulis cerita ini, saya selalu terbayang-bayang akan kisah cinta kalian yang tak kunjung selesai, hingga pada akhirnya harus melukai tiga hati dalam satu waktu. Patah hati mampu membuat saya menangis tersedu bahkan saat melihat kue kesukaannya ada di etalase minimarket. Patah hati, mampu membuatku segila ini.

Dalam patah hati, saya selalu merasa sendiri. Tidak ada yang mampu saya ujarkan kepada siapapun, karena saya malu. Saya pun tak lagi mempercayai kawan sebagai 'orang-ketiga-serba-tahu' dalam hubungan ini.

Kawan, kau selalu tahu awal mula hubungan ini. Saat sata mengetuk pintu dan duduk di kursi tamu hatinya. Kau selalu memberi tahu, menjadi sosok tempatku berbagi suka dan luka. Kau, selalu bisa menjadi penenang saat semesta meyakinkanku bahwa semua ini hanya ketakutanku saja.

Namun pada akhirnya, kau memenangkannya. Saya tak lagi bisa mendengar cerita tentang kecerobohannya menaruh kunci motor ataupun lari dari pasang mata dosen pembimbing. Kau selalu bisa memenangkan hatinya dengan menikmati seduhan kopi di kedai kecil tempat ia utarakan niatnya untuk memenuhi mimpi saya dan dirinya.

Saya dihadapkan oleh dua pilihan, saat saya mengetahui ini semua: beranjak pergi, atau menata kembali. Saya pilih yang kedua, dan saya sudah yakinkan untuk tidak menyesali keputusan ini di lain waktu.

Marah kepadamu? Sungguh tidak, kawan. Saya berterima kasih kepada Semesta yang masih saja berbaik pada saya untuk selalu berbenah diri.

Bahkan, saat momentum bahagia dalam hidup kau, saya persilahkan Semesta untuk memberikan kesan terbaik kepada kawan terbaik yang dimilikinya. Meskipun kesan yang kau tunjukkan sangat datar, semoga engkau benar-benar mengerti maksudku.

Tapi, satu hal yang menjadi pikiran:

Kenapa, begitu banyak pasang mata yang malah melihat saya aneh?
Pasang mata yang menelanjangi, bahkan mengintimidasi atas pilihan yang telah diputuskan.
Saya risih, seolah saya yang merusak hubungan persahabatan ini.

Mereka anggap saya yang tamak, sehingga kau harus angkat kaki dan lari yang jauh.

Saya jengah, kawan..
Tapi saya tak bisa apa-apa

Bahkan dua tangan yang biasa saya gunakan tak lagi mempan meredam bising kisah legendaris kalian!



13/11/17
Tolong aku,
- G -

Ajari Aku

Ajari aku mengampuni luka dengan menimbun suka
Melupa luka dengan tak membenci kenang
Atau menjadi prajurit di garda terdepan
Berjaga untuk menghadapi segala rencana Tuhan

___

Aku pernah nyaris bunuh diri, sayang
Membiarkanmu bercerita tentang semua suka yang kau torehkan pada langit di belahan bumi lain, dan membiarkanmu bersandar dengan kapal yang nyaris karam
Aku seperti mayat berjalan, sayang
Tanpa ruh aku kosong berjalan hadapi realitas, menerima fakta bahwa kisah ini lebih nanar dari opera sabun yang biasa kita tonton bersama

___

Dan sekarang, aku disini
Masih di titik yang sama; tak berpindah, tak juga gentar
Menyusun kepingan yang tersisa,
Untuk aku simpan bahagianya,
dan buang lukanya

___

Realitas

Jika berkata siapa yang lebih lelah disini, itu aku. Harus hidup untuk menerima bahwa semua tidak akan pernah sama lagi. Menerima bahwa semua tidak akan pernah baik-baik saja.

Kamu hadir dengan pilihan, aku hadir untuk mengikhlaskan. Ia hadir untuk memilih cinta, aku hadir untuk menerima realitas.

Hidup dengan kecewa lebih sulit ditempuh daripada hidup dalam keputusan atas langkah yang kamu ambil.

Egoisnya, kamu sudah mempersiapkan itu semua. Tidak dengan aku.

Drama sempurna yang kalian lakukan buatku tidak pernah bertanya apapun.

Dan ini, jauh dari sekedar drama.

Untukmu:

Untukmu:
Back to Top