Apa ini?
Aku benar-benar tidak tahu.
Merasa bodoh akan cinta, namun aku selalu lupa bahwa jatuh cinta tak selalu bahagia. Ada kata jatuh'yang harus dirasa, sebelum cinta terwujud tiba.
Aku lupa rasanya jatuh, dan ketika itu tiba, tak ada yang mampu menangkapku.
Bablas.
Paru-paru ini rasanya cukup lelah untuk mengembuskan napas berulang kali, hanya untuk menenangkan diri dari rasa yang berkecamuk dalam diri.
Tak adakah jiwa yang mampu menerima kekurangan dengan lapang dada?
Haruskah mendua menjadi ajang kompetisi adu kekuatan?
Aku diam. Aku tahu langkah ini hanya memberatkan. Aku tahu, langkah ini akan dianggap bodoh semua orang. Pilihan sudah diputuskan. Lalu masihkah kita akan tetap diam? Diam atau bersuara? Bersuara untuk apa? Diam untuk apa?
Post a Comment