Aku memandang nyalang, pada manusia lalu lalang
Kulihat, tanpa sedikitpun segan, mereka menggamitkan jemari tangan
Kata cinta menguar di angkasa, menghayutkan gemawan mega
Mangaburkan keindahan bintang gemintang, panji dan agungnya bentara
Namun di sini, berdiri aku dalam keraguan
Tak mengerti dan terus bertanya
"Apakah segalon cinta lebih manis ketimbang sececap cita?
Dan apakah bahagia terwujudi harus dengan dimiliki?
Dan apakah seorang pangeran hanya dapat menjadi raja,
Pabila mempersandingkan permaisuri di sisinya?"
Aku berjalan menyusuri pinggir danau
terdengar gemericik air yang parau
mengingatkanku pada euforia pulau dewata,
saat sepasang kekasih memautkan cinta
diatas batu karang, ditengah desir air laut yang membahana
dan mereka berharap, tak ada lagi nestapa
Lantas ketika mereka sadari
ketika mereka berusaha merekam semua memori
berusaha mencari penggalan hati yang rapuh dan terkikis ombak kuta
namun alangkah jahatnya Tuhan,
hati mereka tak dapat disatukan
aku adalah wanita dalam kisah itu
lelaki itu tak mau mengingat,
tak mau melihat, bahkan mendengar kata apa yang aku katakan
entah itu permintaan maaf, atau pengampunan
dan ia selalu berkata
"kau sendiri yang merobek hatimu dengan kesombonganmu!"
lantas aku berkata,
"salah kau, mengapa kau semakin menoreh luka dalam hati ini? Kau ingat pantai Kuta, kau berjanji apa diatas karang itu? menjagaku? HAH! ternyata kau menjaga wanita lain dalam hidupmu!"
ia berteriak,
"apakah aku salah menjaga wanita? Ia mahluk yang lemah, dan aku menjaganya karena ia lebih berguna dibandingkan denganmu"
aku terisak dan terjatuh dihadapannya,
"kalau begitu, tak perlu kau bersumpah akan menjagaku, tak perlu kau menjadikan aku permaisurimu jikalau hatimu milik yang lain..dan apakah kau menyesal telah mengenalku?"
dan ia memberi jawaban terbaik yang pernah kudengar,
"ya, aku menyesal. Maafkan aku memilihnya, dan sekarang pergilah kau jauhi aku. Jangan lagi kau menoleh ke belakang, dan jangan pernah ganggu hidupku dengannya, karena aku mencintainya."
aku menyusuri pinggir danau
terdengar gemericik air yang parau
mengingatkanku pada euforia pulau dewata,
dan tanpa sadar, aku sudah tak ada di dunia.
Post a Comment