Sempurnakah aku sebagai manusia? Dahulu sekali, saat aku masih kecil dan mempunyai banyak mimpi yang bertebaran, aku menginginkan semua hal yang waktu aku impikan. Melihat kegagalan orang lain dengan sedikit sikap meremehkan seraya berkata, “Aku tidak akan seperti mereka karena aku mampu, aku lebih pintar. Memang kenapa mereka bisa gagal ?”. Mungkin itu yang namanya sinis, tapi aku masih terlalu kecil untuk mengerti kata itu. Kemudian aku terus melangkah dengan sejuta mimpi itu.
Semakin aku melangkah semakin mereka bertanya, “Nanti mau jadi apa ?” Tak pernah ada jawaban yang sama yang keluar dari mulutku. Di satu saat aku ingin jadi astronot, di waktu lain aku ingin punya usaha salon, dan di waktu lain aku bilang tidak tahu. Lelah aku karena pertanyaan itu akan membawa mereka ke dalam perbandingan dengan orang lain. Ataukah mereka membandingkan dengan diri mereka sendiri yang telah gagal mencapai mimpi mereka sendiri ? Sesungguhnya aku hanya ingin menjadi diriku sendiri yang ingin menjadi semua orang. Serakahkah aku apabila aku di waktu lain aku ingin seperti si A sedang untuk hal lain aku ingin seperti si B. Ada persamaan antara si A, si B, bahkan hingga si Z. Mereka sama dengan aku, tetapi apa yang kemudian membedakan mereka dengan aku? Dan aku pun terus melangkah.
Beranjak remaja aku mulai merasakan apa rasanya jatuh cinta dan patah hati. Saat kau jatuh cinta kau serasa terbang di atas bumi, mencoba sekedar mengintip bagaimana itu surga. Di saat kau patah hati, sayap itu akan hilang berubah menjadi beban yang menghempaskanmu ke bumi seperti hukum alam fisika. Bebannya yang berat membuat kau lebih sakit. Namun di waktu itu kau akhirnya tersadar sebagai satu manusia di tengah-tengah masyarakat dengan aturannya. Aku melihat mereka sebagai diriku, manusia yang gagal dalam mencapai mimpinya. Aku mulai melangkah tetapi beban yang membawaku jatuh membuatku seraya tersiksa dengan setiap jejakku.
Tidak pernah saat aku kecil, melihat dunia ini yang penuh dengan beban, peraturan, kewajiban, dan tanggung jawab. Sewaktu ku kecil aku hanya bisa melihat mimpi seperti bintang yang bertebaran di langit. Sekarang tidak satu pun bintang yang tampak, hanya kilaunya matahari yang membutakan langkahku dan membakar setiap luka yang terbuka.
Apakah ini manusia, mahluk yang dibatasi sendiri dengan keterbatasannya dalam mencapai kesempurnaan ? Mimpi-mimpiku dahulu sangatlah sempurna, orang yang sangat bahagia, sukses dalam segala hal, tidak ada kekurangan dalam hal materi, dan memiliki seluruh waktu di dunia untuknya sendiri.
Seperti dibangunkan oleh suara halilintar, aku ketakutan. Aku ingin terbang kembali atau setidaknya pergi ke dataran tempat aku kecil dahulu. Lupa bahwa semakin aku ingin terbang, tanggung jawab dan beban itu semakin membebaniku seperti hukum alam lainnya. Hanya di saat seperti inilah kemudian aku melihat ke atas dan tanpa terasa butir demi butir air mendinginkan lukaku untuk sementara. Aku mengucapkan bahasa yang hanya dimengerti semesta karena semestalah yang membawaku ke dasar ini.
Aku hanya ingin sempurna.
Post a Comment