Tenanglah, Eyang.

Delapan Agustus Duaribu Duabelas



Aku tertidur di sampingmu,
setelah ku basuh pipi mu yang semakin kisut
bekas tumpahan air yang kau minum
lalu menunggumu tertidur, agar kau tidak merasakan sakitnya obat kemo memasuki tubuhmu..

Menunggu di rumah sakit itu meyebalkan
bau obat bius yang menusuk,
bau kursi roda
serta bau kutu-kutu kasur rumah sakit
menyeruak di hidungku
karena jengahku, kutinggalkan rumah sakit sejenak
kutinggalkan kamu
untuk pergi sejenak mencari udara baru

Sembari jalan, kulihat penjual bubur kacang hijau
sedang sibuk mengaduk-aduk kuali
kemudian, kubeli dua bungkus bubur kacang hijau
satu untukku, dan satu untukmu
karena aku yakin kamu pasti lapar
tiga hari tanpa makan
dan ini penganan kesukaanmu

Dengan wajah sumringah kubawa bungkusan bubur ke dalam rumah sakit
kamar mawar
dan masih kulihat kamu tertidur, tapi tidak tenang
tak lama kamu terbangun, meminta ke peturasan
ingin buang air
lalu kupersilahkan; kubantu papah hingga kamu duduk di dudukan kloset

Satu menit.. dua menit.. aku masih berbicara denganmu
sembari menunggumu
aku duduk di samping kasurmu
di kamar mawar itu
lima menit..
tak kudengar suaramu
lalu aku mengintip kedalam peturasan
dan benar
sesuatu yang buruk telah terjadi
kamu pingsan dengan posisi duduk
dan infusmu telah tercabut dari tangan
darah.. 
ah, aku langsung teriak
kupanggil mamak untuk bantu papah kamu
kupanggil suster
kupanggil siapapun yang bisa ku mintai pertolongan
"Eyangku pingsan.. tolong!!"

Suster berlari.. nenek panik
mamak kaget hingga menangis
aku gemetar; mulas sekali perutku hingga bernafas saja rasanya sembelit
lalu suster datang, membawa EKG
memerika denyut jantungmu
dut... dut... nyut...
tekanan darahmu lemah, sehingga kamu seharusnya tidak boleh turun dari kasur
ah, salahku.. kubiarkan kamu
seharusnya tetaplah kamu di kasur
biar kuambilkan pispot
tapi kamu tidak mau
jadilah kamu seperti ini
yah...
semoga malam ini kondisimu membaik, ya.
kutinggal pulang dulu, bergantian jaga dengan tanteku



Sembilan Agustus Duaribu Duabelas



Kudenganr kabar bahwa pasien teman sebelah ranjangmu meninggal dunia ketika jam sahur
aku tak tahu apakah kamu tahu atau tidak
semoga tidak
karena aku tak mau menambah beban fikiranmu

paginya, mamak duluan ke rumah sakit
kamar mawar itu
nomor 106
bergantian jaga denganku, karena siang aku akan bermalam lagi di rumah sakit
hingga kamu keluar dari kamar itu
kembali sehat
namun tak lama, telepon rumahku berdering
mamak menelepon
minta dibawakan buku yassin
aku bingung, untuk apa buku yassin?
kata mamak, mamak ingin mengaji saja
mamak memang minta dibawakan satu
namun aku refleks membawa tiga
entah kenapa

setelah mandi, aku bergegas naik ojek
ke depan gang rumahku
"Pak, ke RSP, ya" kataku
lalu si bapak berjalan perlahan
sembari mengenakan helm dan mengatur dudukannya di motor agar nyaman
belum ada 100 meter, mamak menelepon
suara berisik dan hanya jeritan yang kudengar

"Yangkung... yangkung gak ada.. cepat kamu kesini ya"


sekujur tubuhku lemas.. mataku berat
tiba-tiba aku menangis
tapi harus kutahan
agar emosiku tidak memuncak
kugigit bibirku hingga berdarah
kutahan tangisku
dan perjalanan ojek ke rumah sakit kali ini terasa lebih lama dari biasanya..

begitu aku tiba di rumah sakit
kamar mawar
106
aku tak sanggup asuk kedalamnya
kulihat semua orang menangis
nenek menangis
mamak menangis
tante-tanteku menangis
suster yang merawat kamu juga
semua bersedih
tapi aku tidak berani mendekatimu
bukan tidak berani
aku takut
aku takut sekali
aku merasa bersalah
menyilahkanmu pergi ke peturasan
dengan kondisimu yang buruk
aku juga benci
aku benci menyentuh tubuh yang dingin
selain papah, aku tidak mau menyentuh tubuh dingin siapapun lagi
aku tidak suka
cukup papah saja
namun ternyata kamu sekarang nyusul papah
tidak, aku tidak benci kalian
cuma aku tidak suka
mengapa harus ada perbedaan suhu tubuh
antara yang ada
dengan yang tiada

dan sekarang, kamu sudah sembuh
sudah tidak sakit lagi
sudah harum
dan sudah berada di sisi Tuhan
bersama papah
kamu sudah keluar dari kamar itu
kamar mawar
106
sudah pergi dan sembuh
untuk selama-lamanya

satu hari sebelum ulang tahunmu yang ke-74
jam sepuluh pagi
di bulan Ramadhan hari ke-19
innalillahi wainnailaihi rodjiun

Mengenang (alm) H. Soetadi bin Surokario
pengganti sosok ayah serta kakek yang hebat
mengajariku membaca buku sejarah dari kecil
menanamkan disiplin ilmu yang tinggi
sumber ilmu untuk keluarga, teman, kerabat,
serta siapapun yang mengenalmu..
berbahagialah kamu disana,
karena lymphoma-mu telah diangkat oleh Tuhan



we love you
10 Agustus 1939 - 09 Agustus 2012


Untukmu:

Untukmu:
Back to Top