November 2014

00:20

Mentari masih terlelap

Rembulan harusnya siaga

Namun tak ada bias

Sembunyi ia malu

Dibalut tipis awan malam

Seperti kau yang harusnya ada

Namun enggan terlihat

Dan terus buatku mencari

Setidaknya; semburat senyum bahagia

Kala kita bersama




Yang takkan nampak lagi.

Atau belum?





Tasikmalaya, 22 November 2014

Sengaja: Telan Saja Pahitnya Perlahan-Lahan!

pagi ini kuseduh secangkir kopi hitam pekat dengan dua tetes airmata dan tambahan satu sendok gula


pagi ini, ada bayang saya yang terpantul di secangkir kopi hitam, semua jelas tergambar kecuali, tentu saja, senyum saya


bahkan, jejak cangkir kopimu masih membekas di sini: di atas meja di sudut kedai kopi tempat kita dulu pernah bertemu


mungkin caraku mencintaimu sama seperti campuran dua sendok makan kopi hitam dengan satu sedok teh gula pasir kegemaranku. 
secukupnya, asal pekat. 
asal bibirku dapat mengecupnya setiap pagi, meneguk segala pahit dan menyisakan sejumput manis dari sela-sela bibirku


pahit yang manisnya kusengaja.


ah, sudahlah..
toh, secangkir kopi hitam di hadapanmu saat ini dengan perasaan kehilanganmu di hati saya memiliki banyak kesamaan–





sama-sama tak perlu diucapkan, telan saja pahitnya perlahan-lahan.

Untukmu:

Untukmu:
Back to Top