November 2017

Prasangka dan Dua Tangan Penutup Telinga

Kepadamu, yang hingga saat ini masih ku panggil kawan,

Aku tidak tahu apa yang menggerakkan jari saya untuk menulis ini untukmu, namun saya yakin saya harus menjelaskan ini padamu, walaupun akan sia-sia, dan kau pun tak akan membaca isi buku harianku ini :))

Betul, patah hati mengajarkan saya banyak hal, tentang cinta yang belum tuntas, rasa yang terlampau sempurna tanpa cacat, yang justru malah melukai satu sama lain.


Patah hati kali ini mengajarkan saya bahwa tak selamanya bisa mengharap kepada sesama manusia. Patah hati meninggalkan lebih banyak rasa dibanding jatuh cinta.

Ketika saya patah hati, saya merasa semesta seakan mengejek diriku. Hal-hal yang biasa saya lakukan jadi terasa menyakitkan. Begitu tidak enaknya berusaha tegar, seperti saat sedang menulis cerita ini, saya selalu terbayang-bayang akan kisah cinta kalian yang tak kunjung selesai, hingga pada akhirnya harus melukai tiga hati dalam satu waktu. Patah hati mampu membuat saya menangis tersedu bahkan saat melihat kue kesukaannya ada di etalase minimarket. Patah hati, mampu membuatku segila ini.

Dalam patah hati, saya selalu merasa sendiri. Tidak ada yang mampu saya ujarkan kepada siapapun, karena saya malu. Saya pun tak lagi mempercayai kawan sebagai 'orang-ketiga-serba-tahu' dalam hubungan ini.

Kawan, kau selalu tahu awal mula hubungan ini. Saat sata mengetuk pintu dan duduk di kursi tamu hatinya. Kau selalu memberi tahu, menjadi sosok tempatku berbagi suka dan luka. Kau, selalu bisa menjadi penenang saat semesta meyakinkanku bahwa semua ini hanya ketakutanku saja.

Namun pada akhirnya, kau memenangkannya. Saya tak lagi bisa mendengar cerita tentang kecerobohannya menaruh kunci motor ataupun lari dari pasang mata dosen pembimbing. Kau selalu bisa memenangkan hatinya dengan menikmati seduhan kopi di kedai kecil tempat ia utarakan niatnya untuk memenuhi mimpi saya dan dirinya.

Saya dihadapkan oleh dua pilihan, saat saya mengetahui ini semua: beranjak pergi, atau menata kembali. Saya pilih yang kedua, dan saya sudah yakinkan untuk tidak menyesali keputusan ini di lain waktu.

Marah kepadamu? Sungguh tidak, kawan. Saya berterima kasih kepada Semesta yang masih saja berbaik pada saya untuk selalu berbenah diri.

Bahkan, saat momentum bahagia dalam hidup kau, saya persilahkan Semesta untuk memberikan kesan terbaik kepada kawan terbaik yang dimilikinya. Meskipun kesan yang kau tunjukkan sangat datar, semoga engkau benar-benar mengerti maksudku.

Tapi, satu hal yang menjadi pikiran:

Kenapa, begitu banyak pasang mata yang malah melihat saya aneh?
Pasang mata yang menelanjangi, bahkan mengintimidasi atas pilihan yang telah diputuskan.
Saya risih, seolah saya yang merusak hubungan persahabatan ini.

Mereka anggap saya yang tamak, sehingga kau harus angkat kaki dan lari yang jauh.

Saya jengah, kawan..
Tapi saya tak bisa apa-apa

Bahkan dua tangan yang biasa saya gunakan tak lagi mempan meredam bising kisah legendaris kalian!



13/11/17
Tolong aku,
- G -

Untukmu:

Untukmu:
Back to Top