Sejak saya duduk di bangku TK, Kakek sering mengajak saya lari pagi di Pacuan Kuda Pulomas. Sepulang dari lari pagi, sebelum sampai rumah, Kakek mengajak ke warung kopi, membelikan bubur kacang hijau, susu kedelai, serta berbincang tentang salah satu bapak proklamator kita, Bung Karno. .
"Kamu mesti tahu ceritanya beliau lahir. Koesno, Karno, Soekarno. Pinter, sekolah sana-sini. Kamu gitu juga ya" ujar Kakek.
Buku-buku Kakek tentang Soekarno cukup banyak. Buku pertama yang ku baca adalah Soekarno: Penjambung Lidah Rakjat Indonesia. Ya betul, masih ejaan lama. Tebak, umur berapa saya membaca buku tersebut? 10 tahun. Iya, 10 tahun. Bacaannya sudah berat, ya? 😂 Saya menyelesaikannya dalam kurun waktu 1 bulan. .
"Kowe dapet apa hayo, habis baca buku iki?"
"Ibunya dari Bali - Brahmana, bapaknya Guru. Bapaknya ngajarin Tat Twam Asi, supaya bisa berempati. Pemahaman Islam dapetnya paling banyak dari HOS Cokroaminoto yang seorang kyai. Terus juga ada cerita Sarinah, yang suka bantu-bantu di rumah, saking sayang dan hormatnya, sama Bung Karno dijadiin nama jalan. Terus sisanya ya perang-perangan gitu tapi sambil debat. Keren." .
Buku selanjutnya yang saya baca adalah buku ini, Sukarno My Friend. Dengan penulis yang sama, Cindy Adams. Bukan biografi, kalau ini lebih banyak perjalanan Adams tentang susahnya menulis dan momen-momen apa yang tertangkap saat ia menulis tentang Soekarno.
Selanjutnya apa lagi? Banyak!
Saat SMP-SMA, saya dipinjamkan buku yang saya lupa judulnya, tentang istri-istri Bung Karno. Saya kesulitan menghafal kesembilannya: Siti Oetari Tjokroaminoto, Inggit Garnasih, Fatmawati, Hartini, Kartini Manoppo, Ratna Sari Dewi, Haryati, Yurike Sanger, Heldy Djafar. .
"Kowe dapet apa hayo, habis baca buku iki?".
"Gimana rasanya jadi istri-istri kesekian ya? Mau karena pamor, atau memang beneran sayang? Cuma 2 istri yg bener-bener dicinta" .
"Hahaha kamu ini, ambil positifnya buang sing elek nya, wes, jangan sampai begitu ya nanti"
___
Post a Comment