Rasanya aneh ketika kita jatuh cinta, kita seolah tunduk dengan semua pinta. Diperbudak oleh rasa rindu, kasih, hingga ragu dan takut. Segala rasa bercampur padu, terkadang membuat haru, tapi lebih sering membuat sendu.
Bertahan dengan hampa, buat apa?
Setiap pagi kita berkabar dengannya, memberi tahu jadwal masing-masing, bersiap ke kantor, berkabar, sesekali berjumpa di sore hari, dan mengakhiri hari pada persimpangan dimana kau harus berbelok dan ia melangkah maju.
Dan itu berulang, setiap harinya.
Hingga akhirnya lelah, bukan kepada kisahnya, tapi kepada rutinitas yang selalu menimbulkan tanya,
"Seperti apa ujungnya? Bersatu atau menjauh?"
Kita pun bisa saja lelah untuk berpura-pura. Lelah untuk menjalani yang lagi-lagi tak pernah diketahui ujungnya. Kita seolah membuat jebakan sendiri, mempersulit keadaan hingga membuat diri tidak mengerti atas apa yang dilakukan. Jiwa ini semakin bias pada konsep diri berpasangan, entah untuk apa? Apakah yang kita lakukan? Saling cinta, atau hanya saling mengikat dan membuat luka satu sama lain?
Atau mungkin, hanya saya yang tidak bijak dengan diri sendiri? Membiarkan diri ini lagi dan lagi terbius akan cerita dan memaksa semua mengalir, padahal begitu banyak kerikil yang menghambat arusnya? Entahlah.
Asumsi bergejolak dalam benak, pertanda diri butuh istirahat sejenak,
Entah tidur sekejap, atau melepas segala penat
dari rima yang selalu berulang
dari nama yang tak pernah lekang
Satu kalimat yang selalu teringat,
Kau tak bisa memaksa yang kau cinta tumbuh bersama saat cerita hanya diam di tempat tanpa kata.
Post a Comment